Thursday, April 18, 2024

Bahaya Jika Sektor Properti Kolaps, 174 Industri Bakal Tumbang

Hendaknya kebijakan pemerintah juga berlaku jangka panjang atau minimal 4-5 tahun. Jangan cepat berubah, atau kebijakan yang datangnya mendadak, apalagi tanpa sosialisasi.

PropertiTerkini.com, (JAKARTA) – Sektor properti di Tanah Air sangat terpukul imbas merebaknya wabah Covid-19. Bahkan jika kondisi ini terus berlanjut, bisa-bisa sektor ini bakal kolaps. Parahnya lagi, sebanyak 174 industri ikutan di properti juga tumbang.

Asmat Amin, Managing Director SPS Group & Arrayan Group mengatakan, kondisi tersebut bisa saja terjadi jika tidak ada keseriusan pemerintah menangani hal ini. Bahkan, menurut dia, sektor properti terutama apartemen dan middle up sudah terpukul sejak 3-4 tahun lalu.

Baca Juga: Penjualan Properti Menengah Bawah Turun Hingga 62,5%

“Sehingga yang bisa menggerakkan sektor properti ini untuk saat ini hanya sektor landed house. Itupun dengan harga rata-rata di bawah Rp1 miliar atau di bawah Rp800 juta,” ujarnya ketika dihubungi beberapa hari lalu.

Backlog perumahan di Indonesia, sebut Asmat, masih kita sangat besar, yakni 12 juta unit, sementara kebutuhan rumahnya 800.000 unit setiap tahun. Sehingga, lanjutnya, harusnya setelah Corona usai, properti Indonesia bisa bangkit dan diharapkan menjadi penggerak ekonomi nasional.

“Sekarang kegiatan ekspor dan lainnya dibatasi. Makanya sektor domestik harus digerakkan. Dan yang paling bagus untuk menggerakkan sektor ekonomi domestik ini, pastinya properti, karena di industri properti ini ada 170-an industri lain yang mengikutinya,” terang Asmat.

Baca Juga: Asmat Amin: Katanya Urus Izin 20 Hari, Faktanya 200 Hari

Lebih lanjut menurutnya, pemerintah belum 100 persen mensuport sektor properti. Padahal, sektor ini juga merupakan salah satu kebutuhan utama yang harus dipenuhi, terutama pada segmen end user yang dibutuhkan lebih banyak orang. Lebih dari itu, properti menurut Asmat adalah lokomotif ekonomi nasional.

“Ini kan win win solution sebenarnya. Jadi pemerintah harus support terhadap properti ini 100%. Karena ada 170-an industri di bawahnya. Sehingga jika properti bergerak pasti industrinya juga ikut bergerak semua,” ungkapnya.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida menjelaskan, REI mendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan industri hulu dimana ada sebanyak 174 industri yang terkait dengan properti.

Menurut dia, kontribusi properti sangat besar dalam mendukung pendapatan negara.

Baca Juga: Subsidi Bunga Pemerintah Belum Mampu Dorong Properti

“Kontribusi kita terhadap pemerintah antara lain penyediaan perumahan rakyat, penyediaan infrastruktur, peningkatan PAD, penerimaan pajak, juga kontribusi terhadap lingkungan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi lokal, serta mendorong investasi baru properti,” ungkap Totok dalam kesempatan webinar bersama BTN, Rabu (20/5/2020).

Pemerintah dan perbankan sejatinya telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan stimulus untuk mensupport sektor properti. Salah satu yang terbaru adalah subsidi bunga selama 6 bulan untuk rumah tipe 21, 22 sampai dengan tipe 70. Subsidi bunga yang diberikan berkisar 2%-6%.

Relaksasi bunga tersebut menurut Asmat, belum mampu menggenjot sektor properti yang terancam kolaps. Apalagi stimulus tersebut hanya dari segi bunganya saja.

“Kalau stimulus ini hanya untuk membantu orang yang sudah membeli. Pertanyaannya apakah ini juga berlaku untuk orang yang akan membeli,” tanya Asmat.

Baca Juga: Catat! Ini Stimulus Perumahan yang Digulirkan Mulai 1 April 2020

Yang dibutuhkan saat ini, lanjutnya, adalah orang yang akan membeli rumah sehingga, developer bisa membangun dan dibeli produknya. Ekonomi pun bisa berputar.

“Jadi poinnya adalah, masyarakat yang membutuhkan rumah bisa mendapatkan rumah. Developer pun bisa mendapatkan return-nya. Dan sebanyak 174 industri ini juga bisa bergerak,” jelas Asmat.

Kebijakan Jangan Cepat Berubah

Asmat juga menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah dalam waktu singkat. Menurut dia, hal ini justru akan menghambat pengembangan sektor properti nasional, karena proses pengembangan sebuah proyek juga butuh waktu panjang.

“Seperti misalkan kebijakan untuk rumah subsidi. Buatlah kebijakan itu yang berlaku untuk 5 tahun ke depan. Jangan setiap tahun bikin kebijakan baru,” katanya.

Oleh karenanya, Asmat mengusulkan agar setiap kebijakan yang berkaitan dengan properti berlaku minimal 5 atau 4 tahun.

Baca Juga: Mulai Bulan Ini, BTN Salurkan Subsidi untuk 146.000 Unit Rumah

“Dan jangan juga kebijakan-kebijakan yang last minutes. Karena baik konsumen maupun pengembang butuh adjustment. Kemudian kebijakan itu juga harus ada sosialisasi minimum selama 6 bulan. Jadi masyarakat maupun pengembang bisa siap-siap,” lanjutnya.

Penjualan Turun Drastis

SPS Group merupakan salah satu pengembang properti yang fokus membangun rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk rumah subsidi. Imbas Corona, penjualan properti pun turun drastis, bahkan dari rencana tiga proyek yang akan dikembangkan tahun ini, baru satu proyek yang bisa direalisasikan.

Meski demikian, aktivitas pemasaran tetap dijalankan pengembang. Termasuk menggiatkan pemasaran dan pengenalan produk secara online.

Baca Juga: Launching Online Sukses, Citra Maja Raya Raup Rp130 Miliar

“Turunnya sangat banyak cuman memang, kita harus sikapi dengan langkah-langkah strategis yang harus kita lakukan,” ujarnya.

- Advertisement -
Demo Below News

BERITA TERKAIT

Sharp Plasmacluster

BERITA TERBARU

Demo Half Page